Daininki Idol na Classmate ni Natsukareta, Isshou Hatarakitakunai Ore Volume 1 Chapter 25

 

Chapter 25: Mereka yang khawatir (Bagian 2)

 Segera setelah itu, aku membuka pintu depan, dan mempersilahkan Kanon untuk duduk di sofa, kemudian aku meletakkan secangkir kopi yang baru aku seduh di depannya.

 "Terima kasih ....... Kamu, benar-benar sangat perhatian ya. Ini sangat cocok dengan seleraku."  (Kanon)

 "Aku bercita-cita menjadi suami rumah tangga. Jika aku tidak bisa melakukan hal seperti ini, maka aku tidak bisa mencapainya bukan? (Rintaro)

 "Tidak, biasanya orang lain tidak akan pergi sejauh ini, tahu ......?"  (Kanon) 

 Kemudian aku duduk di sebelah Kanon, lalu menyeruput kopi yang sudah aku buat untuk diriku sendiri.

 Setelah melihatnya lagi, aku baru menyadari bahwa dia berpakaian lumayan terbuka .......

 Dia mengenakan kaus berwarna merah muda yang ukurannya agak besar, dan mengenakan celana yang pendek sehingga memperlihatkan paha telanjangnya.  Rambutnya yang biasanya diikat, saat ini digerai, membuatnya terlihat lebih feminim dari biasanya.

 "Ada apa? Apa kamu terpesona olehku saat hanya kita berdua saja?"  (Kanon)

 "Yah, ya. Entah bagaimana, kamu lebih feminim dari biasanya, hampir seperti kamu bukan Kanon."  (Rintaro)

 "...... Aku, kadang-kadang juga bisa seperti ini, oke."  (Kanon)

 Kanon lalu menyesap kopi dari cangkirnya, berusaha untuk menyembunyikan rasa malunya.

 "Ini tentang konser berikutnya, aku merasa sedikit tertekan."  (Kanon)

 "Apa......?"  (Rintaro)

 "Kamu mungkin berpikir, 'Kenapa harus sekarang', kan? Ya, memang begitulah keadaannya."  (Kanon)

 Dia tidak melakukan kontak mata denganku.

 Sepertinya itu bukan lelucon, dan mungkin itulah sebabnya sulit baginya untuk berbicara sambil menatap mataku. 

 "Aku belum memberitahumu tentang hal ini, sebenarnya keluargaku cukup normal, meskipun menjadi agen real estat. Keluarga Rei kaya, dan ibu Mia sebenarnya adalah seorang aktris terkenal. Aku lahir dan dibesarkan di lingkungan yang sama sekali berbeda jika dibandingkan dengan mereka berdua."  (Kanon)

 "Aku baru tahu tentang hal ini......" (Rintaro)

 "Mereka berdua memiliki spesifikasi yang sangat tinggi sehingga membuatnya tidak masuk akal. Dan sayangnya, terkadang aku tidak bisa mengikuti mereka berdua."  (Kanon)

 Dia mengatakannya seolah-olah itu bukan apa-apa, tetapi ada sedikit rasa frustrasi di setiap kata-katanya.

 Aku tidak berasa di posisi yang sama dengannya, tetapi aku bisa mengerti bagaimana perasaan Kanon saat ini. Karena mereka berdua terutama Rei yang sudah dekat denganku membuatku bisa merasakan dengan jelas, bahwa dia pasti seorang monster.

 Dari kapasitas mental hingga kekuatan fisiknya, mencerminkan seolah-olah dia bukanlah manusia biasa.

 "Jika itu masalahnya, kamu juga memiliki spesifikasi yang cukup tinggi dari sudut pandangku."  (Rintaro)

 "Tentu saja, karena aku adalah gadis cantik yang sempurna."  (Kanon)

 "Jadi tingg dirimu saja apakah kamu bisa percaya diri atau tidak...." (Rintaro)

 "Iya, tapi tidak. Aku tidak ingin menjadi beban untuk mereka, jadi aku berusaha sangat keras untuk mengikuti mereka. Tapi terkadang ...... Aku merasa lelah."  (Kanon) 

 "...... Aku mengerti."  (Rintaro)

 Sekarang aku akhirnya mengerti alasan mengapa dia datang dan ingin berbicara denganku.

 Tidak mungkin dia bisa memberi tahu mereka berdua tentang hal ini.

 Aku yakin pasti dia sudah memendam semua perasaan ini sendirian, dan tidak memberitahu siapa pun sampai sekarang.

 "Hei, bolehkah aku bersandar padamu?"  (Kanon)

 "Tidak boleh."  (Rintaro)

 "Jika kamu seorang pria sejati pasti kamu akan berkata, 'Jangan ragu untuk melakukannya', tahu!?"  (Kanon)

 "Satu-satunya orang yang kubiarkan untuk bersandar padaku adalah calon istriku. Dan kamu tidak ingin menjadi istriku, kan?"  (Rintaro)

 "Aku akan mempertimbangkannya, kurasa?......, tetapi aku tidak ingin berpacaran dengan seorang pria yang lebih feminin dariku."  (Kanon)

 Setelah mengatakan itu dia tertawa, seperti yang dia lakukan saat kami berbicara di balkon tadi. 

 "Aneh ya, aku merasa seperti berada di rumahku sendiri saat berada di dekatmu. Dan membuatku bisa lupa kalau aku adalah seorang idol."  (Kanon)

 "Bukankah kamu seharusnya harus terus mengingatnya?"  (Rintaro)

 "Tidak apa-apa. Jika terkadang seperti ini.――――Hei, jadi bolehkan aku meminjam bahumu ...... selama lima menit saja?"  (Kanon)

 "...... Ini mahal, oke."  (Rintaro)

 Aku secara perlahan menyandarkan punggungku ke sofa. 

 Kemudian, Kanon meletakkan kepalanya di bahuku.

 Bobotnya seringan ketika aku menggendongnya dari sofa ke tempat tidur saat pesta pindahan rumah waktu itu.

 "Ternyata bahumu cukup keras ya......" (Kanon)

 "Maaf untuk itu. Aku akan menaruh bantal kalau begitu."  (Rintaro)

 "Apa gunanya meminjam bahumu jika seperti itu? Ini tidak apa-apa kok. Dengan kekerasan ini."  (Kanon)

 Di ruangan ini, waktu dengan tenang mengalir.

 Tidak ada percakapan.  Bukan ini yang dicari Kanon.

 Sebagai suami rumah tangga penuh waktu, aku harus mengerti apa yang diinginkan oleh pasanganku dan memberikannya kepadanya.

 Ternyata akhir dari momen ini datang lebih cepat dari yang aku duga.

 "――――Ternyata lima menit terasa sangat singkat, ya."  (Kanon)

 Kemudian kepada Kanon menjauh dari bahuku. 

 Aku mengendurkan bahuku yang sedikit kaku lalu menatap wajahnya.

 "Kamu kelihatan sudah agak lebih baik dari sebelumnya."  (Rintaro)

 "Benarkah? Yah, sepertinya aku sudah merasa lebih baikan sekarang."  (Kanon)

 Kemanan Kanon berdiri dari sofa, lalu meregangkan tubuhnya.

 Kesuraman aneh yang kurasakan ketika dia datang ke kamarku telah menghilang dan di sanalah dia, dirinya yang biasanya terlihat.

 "Hei~, lain kali bolehkah aku meminjam bahumu seperti ini lagi?"  (Kanon)

 "Lain kali, aku akan menagihmu."  (Rintaro)

 "Kenapa kamu pelit?"  (Kanon)

 "Hanya bercanda. Aku akan memberimu lima menit kapan saja. Itu sejauh yang aku bisa."  (Rintaro)

 "Aku bahkan tidak tahu apa maksudmu tentang" sejauh yang kamu bisa". ...... Tapi yah, aku akan datang kembali lagi ketika aku merasa lelah. Jadi, itu ....... Terima kasih  untuk hari ini."  (Kanon)

 Setelah mengatakan itu, Kanon langsung menuju ke pintu depan. 

 Entah bagaimana aku tiba-tiba memanggilnya kembali.

 "Kanon......Lakukanlah yang terbaik."  (Rinatro)

 "...... Kamu juga orang yang canggung, kan. Kamu tidak perlu memberitahuku, aku akan memaksakan diriku sampai batasnya."  (Kanon)

 Dia melambaikan tangannya dan meninggalkan ruangan.

 Setelah mendengarkan kekhawatirannya, kekhawatiranku tentang pertemuan tripartit 
Sepertinya tidak membuatku tertekan lagi. 

 Aku menghabiskan kopiku dan kemudian memutar-mutarkan jariku ke cangkir yang kosong itu. 

 "Aah~, ini konyol. Ini tidak seperti aku akan mati, kan."  (Rintaro)

 Bahkan jika pertemuan tripartit berubah menjadi pertemuan bipartit, itu tidak akan menjadi masalah seumur hidupku.

 Jadi mari kita buat santai saja. Itu sudah cukup untuk kehidupanku. 

 Saat aku memperhatikannya lagi, ternyata saat ini sudah tengah malam.

 Jadi aku membawa cangkir bekas kopi itu dan membawanya ke wastafel.

 Kurasa aku harus pergi tidur sekarang.

 ◇ ◆ ◇

 Kemudian siang hari itu, sepulang sekolah.

 Hari pertemuan tripartit akhirnya tiba.

 Aku duduk di kursi di lorong dan sambil menunggu giliranku tiba.  Karena orang tuaku tidak ada, membuatku memiliki jadwal yang lebih fleksibel daripada teman sekelasku yang lain, jadi aku ditempatkan di urutan yang relatif lebih lambat.

 "Eh, apakah itu Shidou yang sebelum giliranku, ya?"

 Saat aku menunggu giliranku tiba, sambil bermain dengan ponselku, tiba-tiba aku mendengar suara yang memanggi namaku. 

 Aku lalu menoleh dan melihat wajah tampan seperti biasanya yang terasa familiar berdiri di sana.

 "Ah, Kakihara-kun......" (Rintaro)

 "Kamu bisa memanggilku Yuusuke. Kita ini sudah menjadi teman sekelas selama hampir tiga bulan, bukan."  (Yuusuke)

 Dia mengatakan itu lalu duduk di kursi di sebelahku.

 Aku tidak cukup akrab dengannya sehingga aku canggung untuk memanggilnya dengan nama depannya, tetapi aku pikir tidak baik untuk menolaknya.

 Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku.

 "Kalau begitu kamu juga bisa memanggilku Rintaro."  (Rintaro)

 "Benarkah? Kalau begitu aku akan melakukannya tanpa ragu...... Apa orang tua Rintaro juga tidak bisa hadir?"  (Yuusuke)

 "Ah, iya...... Yuusuke-kun juga datang sendirian kali ini, yang artinya――――" (Rintaro)

 "Ya. Kedua orang tuaku sedang bekerja di luar negeri, ibuku adalah seorang desainer dan ayahku menjalankan perusahaan ventura. Jadi tidak mudah bagi mereka untuk bisa kembali ke Jepang."  (Yuusuke)

 Ternyata dia juga salah satu dari keluarga kelas atas.

 "Jadi, mungkinkah kamu saat ini tinggal sendirian, Yuusuke-kun?"  (Rintaro)

 "Hmm? Ya, itu benar. Aku mulai tinggal sendirian sejak aku masuk SMA. Ibuku masih di Jepang ketika aku masih SMP."  (Yuusuke)

 "Aku mengerti. Bukankah itu sulit ya?"  (Rintaro)

 "Kamu satu-satunya orang yang mengatakan itu padaku, Rintaro. Semua orang bilang mereka iri padaku karena bisa hidup sendiri. Namun, tidak semuanya baik-baik saja." (Yuusuke)

 Yah, aku juga hidup sendiri, jadi aku tahu bagaimana rasanya.

 Aku menganggukkan kepalaku karena setuju sambil menyilangkan tanganku. 

 "H-hei... Rintaro."  (Yuusuke)

 Tiba-tiba, Kakihara mulai gelisah dan mengalihkan pandangannya. 

 Seperti itulah suasana di mana kamu ingin mengatakan sesuatu tapi ...... terlalu malu untuk mengatakannya. 

 "Apa yang salah......?"  (Rintaro)

 "Ah, itu...... aku ingin meminta saran darimu tentang sesuatu."  (Yuusuke)

 "Saran?"  (Rintaro)

 "Ini tentang... masalah percintaan."  (Yuusuke)

 Mengapa aku?  Aku hendak bertanya seperti itu, tapi aku langsung menutup mulutku.

 " Masalah percintaan ya? Aku tidak tahu apakah aku bisa memberikan saran yang baik atau tidak."  (Rintaro)

 "Kamu sudah punya pacar kan, Rintaro? Aku mohon, hanya untuk kali ini saja." (Yuusuke)

 "Y-ya~h......Benar. Itu memang benar."  (Rintaro)

 Aku akan mulai berbicara dengannya masalah percintaan padahal aslinya aku tidak mempunyai pacar.

 Aku merasa bersalah karena sudah menipunya, jadi aku memutuskan untuk mendengarkan saja apa yang akan dia katakan. Meskipun ini sedikit merepotkan. 

 "Aku tidak tahu apakah aku bisa membantu, tapi setidaknya aku bisa mendengarkan masalahmu dulu."  (Rintaro)

 "B-Begitu......! K-kau tahu...... Aku sebenarnya punya perasaan...... pada Azusa!"  (Yuusuke)

 ――――Ya, aku sudah tahu.

~•~


<<Sebelumnya|Semua|Selanjutnya>>

Dukung Kami

Related Posts