Daininki Idol na Classmate ni Natsukareta, Isshou Hatarakitakunai Ore Volume 1 Chapter 26


Chapter 26: Mereka yang khawatir (Bagian 3) 


 "Kami berada di klub yang sama ketika kami masih kelas satu....... Kami menjadi teman dari sana, dan aku benar-benar jatuh cinta padanya sejak itu."  (Yuusuke)

 "...... Aku paham."  (Rintaro)

 Aku tidak berpikir itu pada level "sebenarnya".

 Lagi pula, dia tidak sadar bahwa dia berperilaku sangat jelas.  Dan yang mengejutkan, dia cenderung tidak mempertimbangkan diri sendiri sesering itu, dan yah, tidak sulit untuk mengetahui alasannya.

 Itu terlihat sedikit konyol bahwa dia percaya dia bisa menyembunyikannya.

 "Tapi Azusa mungkin hanya menganggapku sebagai teman baik. Jadi aku bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan agar terlihat sebagai seorang pria dimatanya......" (Yuusuke)

 "Hmm....." (Rintaro)

 Oh ayolah, itu sangat sulit.

 Aku sebenarnya tidak mempunyai pacar, jadi ini terlalu berat untuk aku tangani.

 "Bagaimana kalau, menunjukkan sisi jantanmu?"  (Rintaro)

 "Itu ...... Aku akan mencoba melakukannya."  (Yuusuke)

 Itu pasti benar. Aku tidak tahu ada pria yang lebih populer daripada Kakihara, dan tidak mungkin pria ini, yang bisa memimpin kelas kapan saja, tidak menarik sebagai seorang pria.

 "Lalu, bagaimana kalau――――langsung mengajaknya pergi berkencan?"  (Rintaro)

 "I-itu ...... pasti akan membuatku gugup."  (Yuusuke)

 "Sampai sekarang, aku hanya pernah melihatmu pergi bersama dengan empat orang, termasuk Nikaido-san, jadi kupikir kamu tidak pernah benar-benar pergi berduaan dengannya."  (Rintaro)

 "......Aku terkejut, kau benar. Kurasa aku belum pernah berduaan dengan seorang gadis kecuali saat Ryuuji dan aku keluar bersama."  (Yuusuke)

 "Kurasa ini kesempatan bagus untuk membuatnya sadar padamu. Jika kamu tidak menunjukkan bahwa kamu menyukainya, itu tidak akan berubah menjadi situasi romantis."  (Rintaro)

 "Memang benar...." (Rintaro)

 Kakihara mendengarkan saranku (yang aku buat-buat) dengan ekspresi serius di wajahnya. 

 Kebetulan, strategi ini lumayan sedikit rumit. 

 Misalnya, jika dia menolak untuk pergi berkencan dengannya, makan dia tidak akan memiliki kesempatan. Karena itu, dia bisa menyerah pada titik itu. Ini tidak seperti dia sudah mengakui perasaannya padanya, jadi dia tidak terlalu sakit hati.

 Jika dia setuju untuk pergi berkencan dengannya, itu berarti ada semacam kesempatan.  Namun, ada banyak kasus di mana ini hanya kesalahpahaman, jadi jangan terburu-buru pada situasi ini.

 Hal pertama yang harus dilakukan adalah menunjukkan bahwa dia akan memperlakukan orang lain sebagai seorang wanita. Jika orang lain merasa tidak nyaman dengan cara ini, maka tidak ada harapan untuk mendapatkan dia sebagai pacar.  Jadi dia tidak punya pilihan selain menyerah.

 Dan, itulah kesimpulan dari teoriku.

 "Aku akan mencoba mengajaknya pergi berkencan secara pribadi.――――Terima kasih ya, Rintaro. Aku akan mencobanya."  (Yuusuke)

 "Aku senang bisa membantu. Semoga berhasil, Yuusuke."  (Rintaro)

 Mereka berdua adalah pasangan yang sempurna dari sudut pandang orang luar, dan sejujurnya aku berharap cara itu akan membuahkan hasil.

 Dan karena aku menghabiskan beberapa menit waktuku untuk memberikan sarapan kepadanya, aku akan merasa rugi jika ini tidak membuahkan hasil.  Jadi tolong terwujudlah, demi beberapa menitku yang terbuang.

 "----Permisi."

 Aku mendengar suara pintu terbuka dan teman sekelas sebelum giliranku berjalan keluar dari kelas.

 Tepat waktu.

 "Sepertinya giliranku sudah tiba. Dampi nanti lagi ya, Yuusuke-kun."  (Rintaro)

 "Ya, terima kasih banyak, Rintaro."  (Yuusuke)

 "Kita-kan teman, jadi jangan terlalu dipikirkan."  (Rintaro)

 Aku melambai ke Kakihara dan berjalan masuk ke kelas.

 Haaa~...... sungguh melelahkan.

 ◇ ◆ ◇

 "Yah, Shidou Rintaro. Ini pertemuan bipartit(dua pihak) , jadi santai saja."

 "Ya, mohon bimbingannya."

 Aku menundukkan kepalaku kepada wanita muda―――― Harukawa Yuri-sensei yang duduk di depanku di seberang meja. 

 Dia adalah wali kelas di kelas kami, dan seorang guru cantik yang paling populer di kalangan anak laki-laki.

 "Jadi, tentang jalur karirmu, ...... sudahkah kamu memutuskan sesuatu?"  (Yuri)

 "Ah, ya, sudah. ​​Aku sudah memutuskan untuk masuk universitas untuk saat ini. Tetapi aku masih belum menemukan apa yang ingin aku lakukan."  (Rintaro)

 "Aku mengerti, aku mengerti. Memang begitulah jika masih kelas dua SMA. Terus terang, itu sebenarnya pertanyaan untuk murid kelas tiga, jadi aku pikir perasaan itu sudah cukup untuk saat ini."  (Yuri)

 Dia adalah orang yang mudah mengerti.

 Dia populer bukan hanya karena dia cantik, tetapi juga karena dia panday memahami perasaan murid-muridnya lebih baik daripada orang lain.

 Tetapi pada saat yang sama, dia tidak terlalu serius dan memberikan suasana yang menyenangkan, yang membuatnya menjadi guru yang cukup ideal.

 "Shidou-kun memiliki nilai bagus dan tipe orang yang rajin belajar, kan?"  (Yuri)

 "Ya, itu benar. Karena Ayahku menyuruhku untuk menjaga nilai bagus agar aku bisa hidup sendiri."  (Rintaro)

 Ini memang benar.

 Bahkan ayah itu tampaknya khawatir tentang anaknya yang tinggal sendirian, dan dia memberiku kondisi seperti itu ketika kami berpisah.

 Bahkan, dia mungkin tidak nyaman jika anak yang mewarisi gen yang sangat baik mendapatkan nilai yang buruk.

 "Kamu tinggal sendiri...... Tidak mudah untuk seorang siswa SMA, kan? Apakah kamu makan dengan baik?"  (Yuri)

 "Anda terdengar seperti seorang ibu ......" (Rintaro)

 "Aku sudah cukup tua untuk menjadi seorang orang tua. Dan aku bosan dengan orang tuaku saat meneleponku sebulan sekali selalu bertanya, "Apakah kamu sudah menikah?", hanya untuk kamu tahu.  (Yuri)

 Harukawa-sensei berusia 26 tahun tahun ini. Aku yakin dia pasti merasakan kesulitan yang hanya bisa dipahami oleh orang dewasa saja.

 Hmmm.......ini tidak ada hubungannya denganku, bukan?

 "Tapi kulitku terlihat bagus, dan kelihatannya juga tidak ada masalah. Aku hanya khawatir tentang bintik-bintik ini saja...." (Yuri)

 "Ahahaha."  (Rintaro)

 Ya, aku tidak peduli dengan cerita ini.

 "Mari kita lihat, sisanya adalah ...... Ah, benar! Apakah kamu memiliki perguruan tinggi yang ingin kamu masuki, Shidou-kun?"  (Yuri)

 "Yah, ...... aku ingin masuk ke GMARCH jika memungkinkan."  (Rintaro)

 GMARCH adalah kependekan dari enam universitas ungulan di Tokyo: Universitas Gakushuin, Universitas Meiji, Universitas Institut Aoyama, Universitas Rikkyo, Universitas Chuo, dan Universitas Hosei.

 Disekolah ini, murid yang memiliki nilai pendidikan tinggi secara realistis bisa membidik GMARCH.

 Kebetulan masih ada tiga universitas lagi yang bernama Waseda University, Keio University, dan Sophia University, tetapi nilaiku untuk saat ini masih tidak cukup untuk pergi ke sana.

 "Kamu benar. Dengan nilaimu ini, GMARCH mungkin tidak terlalu sulit untukmu. Kamu hanya perlu bekerja lebih keras di tahun terakhirmu."  (Yuri)

 "Aku mengerti itu."  (Rintaro)

 "Kalau begitu, tidak ada masalah. Kamu sekarang sudah hidup sendirian untuk sementara waktu, jadi kamu sudah bisa membagi waktumu."  (Yuri)

 Harukawa-sensei menulis informasiku di file yang ada ditangannya dan menutupnya dengan cepat.

 "Baiklah, kalau begitu, rapat bipartit ini selesai. Jadi kamu sudah boleh pulang."  (Yuri)

 "Terima kasih banyak. Permisi."  (Rintaro)

 "Ah! Tolong panggilkan Kakihara-kun, yang menunggu di luar, saat kamu keluar dari ruangan."  (Yuri)

 "Baik, aku akan melakukannya."  (Rintaro)

 Aku kemudahan meninggalkan kelas, bersyukur bahwa itu berjalan lancar.

 Ketika Kakihara memperhatikanku, dia melihat ke atas dan aku memberi isyarat kepadanya untuk memasuki kelas. Dia menjadi sedikit gugup dan langsung masuk ke dalam kelas.

 Sekarang, tidak ada gunanya aku tinggal di sekolah lagi, karena aku bahkan tidak masuk kedalam klub manapun.  Aku meletakkan kembali tasku di punggungku dan mulai berjalan menuju gerbang sekolah.

 ----Saat perjalanan pulang.

 Dari sisi lain koridor, aku melihat seorang gadis berambut pirang yang familiar berjalan menuju ke arahku. Itu adalah sang idol dari kelas kami, Otosaki Rei.

 Dan di sebelahnya berjalan seorang pria bertubuh tinggi, berambut gelap dan mengenakan setelan jas yang rapi.

 Rasa sakit melintas di kepalaku, dan tiba-tiba kenangan masa kecilku yang coba aku lupakan teringat kembali. 

 Ya, pria yang di sana itu, di suatu tempat, aku merasa seperti pernah――――

 "Ah... Rintaro."  (Rei)

 Rei, yang memperhatikanku, bergumam begitu.

 Dan pria di yang di sebelah Rei alisnya berkedut, dan dia menatapku.

 "Ah, Otosaki-san......apa pertemuan tripartitmu hari ini?"  (Rintaro)

 "Eh? Ah, ya, benar. Setelah Kakihara-kun."  (Rei)

 Rei tersentak sejenak saat aku masuk ke mode sopan. 

 "Hmm, Apakah kamu teman sekelasnya Rei?"

 "Iya, namaku Shidou Rintaro."  (Rintaro)

 "......Shidou?"

 Begitu pria itu mendengar namaku, dia meletakkan tangannya di dagunya dan terlihat seperti sedang berpikir.

 Kemudian, pikirannya terganggu oleh Rei, yang berdiri di sampingnya.

 "Ayah, kita harus segera pergi ke ruangannya."  (Rei)

 Ayah――――Begitu, jadi pria ini adalah ayahnya Rei.

 Warna rambutnya berbeda, tetapi wajahnya yang berwibawa sepertinya telah diwariskan padanya.

 "Oke, aku sedikit terlambat meninggalkan kantor. Maaf ya, Shidou-kun. Maaf aku tidak bisa menyapamu dengan baik."

 "Tidak apa-apa, tolong jangan khawatir tentang hal itu."  (Rintaro)

 "Begitu ya, kalau begitu aku akan pergi."

 Sepertinya dia orang yang sibuk.

 Rei dan ayahnya berjalan melewatiku dan menuju ruang kelas dimana Harukawa-sensei sedang menunggu mereka.

 Tidak ada gunanya melihat mereka lagi.

 Aku memunggungi mereka dan melanjutkan langkahku. 

 "――――Hei, Shidou-kun."

 Tiba-tiba, dia memanggilku dan aku berbalik mengahadapnya lagi. 

 "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

 "......Bukankah itu mungkin hanya imajinasi anda saja?"  (Rintaro)

 "...... Mungkin begitu. Maaf, aku menanyakan pertanyaan aneh."

 Dengan ucapan terakhir itu, mereka berbelok ke lorong dan menghilang.

 Jantungku berdegup kencang.

 Keringat dingin mulai keluar dari tubuhku, dan perasaan tidak menyenangkan mengalir di kepalaku.

 Akhirnya, wajah ibu dan ayahku muncul di benakku.

 "Sial ......, aku merasa sangat buruk."  (Rintaro)

 Aku mengeluarkan kalimat itu di lorong kosong dan mulai berjalan keluar untuk menghilangkan perasaan buruk itu.

~•~


<<Sebelumnya|Semua|Selanjutnya>>

Dukung Kami

Related Posts