Kimi wa Hatsukoi no Hito, no Musume Volume 1 Chaper 6 Part 2

 

Chapter 6 Part 2: Ketergantungan Bersama


 Ichigo mengemudikan mobilnya di bawah batas kecepatan untuk menuju ke tujuan yang ditunjukkan oleh fungsi navigasi di ponselnya.

 Itu ternyata jauh.

 Sekali lagi, dia memikirkan lokasi Luna saat ini dan lokasi di mana dia telah menetapkan dengan sementara tujuan yang sangat berjauhan.

 “…Seberapa jauh dia berjalan sejak tadi malam?”

 Gigi belakangnya terkatup dan rasa sakit yang tumpul merembes ke rahangnya.  Semakin dia memikirkannya, semakin pikirannya berbisik dan kata-kata itu menjadi semakin keras.
 
 Tentu saja, itu sama sekali bukan perasaan kesal terhadap Luna.

 Itu adalah sebuah kemarahan terhadap dirinya sendiri.

 Ichigo bertanya-tanya mengapa dia bertindak tidak seperti biasanya tadi malam.
 
 Kenapa aku tidak segera mengejarnya?

 Kenapa aku tidak segera meneleponnya saat itu juga?

 Mengapa aku membuang-buang waktuku dengan mengambil tindakan tergesa-gesa seperti pergi ke apartemen di pagi hari untuk memeriksanya, atau mencoba pergi ke sekolahnya lebih dulu?

 Dia sangat marah pada dirinya sendiri karena begitu menyedihkan.

 Didorong oleh amarahnya, Ichigo menginjak pedal gas dan terus mengemudikan mobilnya.

 Dia bertanya-tanya sudah berapa lama dia mengemudi.

 Jauh dari pusat kota, fasilitas perkotaan dan pemandangan berangsur-angsur menghilang – Dia akhirnya tiba di sebuah jalan di pegunungan yang remang-remang yang tidak dapat diidentifikasi di mana pun.
 
 Meskipun hari masih siang, dia bisa mengetahui dari dalam mobil bahwa dedaunan yang lebat membuatnya redup seperti senja dan suasananya lembab dan basah.

 Tidak ada satu orang pun yang terlihat.

 Suara kepakan sayap serangga terdengar dan sesekali, ada seekor binatang buas yang tidak dapat dikenali akan melintas di depan mobil dengan kecepatan tinggi.
  
 Ini bisa di bilang seperti pedesaan.

 Itu bukan tempat yang bisa dijangkau oleh seorang gadis SMA dengan berjalan kaki.

 '...Mungkin dia bisa sampai di sini dengan menggunakan beberapa jenis transportasi.'
 
 Ichigo terus mengemudi di sepanjang jalan pegunungan yang berkelok-kelok, memperkecil jarak dan perkiraan waktu yang ditampilkan pada peta di layar ponselnya.

 Pada akhirnya,

 "…Di sana."

 Mengemudi dalam perjalanannya, di aspal yang dipenuhi dedaunan dan buah beri, Ichigo menemukan seorang gadis berjongkok dengan punggung bersandar pada pagar pembatas jalan untuk mencegah tubuhnya terjatuh.

 Rambut hitamnya yang berkilau itu – membuat Ichigo tahu bahwa itu adalah Luna.

 Tadi malam, dan pagi ini seharusnya, Ichigo melihatnya mengenakan seragam yang sudah dikenalnya.

 Dia masih berpakaian seperti kemarin.

 Ichigo memperlambat mobilnya dan berhenti di depannya.  Luna memperhatikan ini dan berdiri dengan gusar.

 Wajah gadis itu terlihat pucat.  Dia diselimuti oleh warna tanah dan Ichigo bisa tahu hanya dengan melihatnya bahwa dia sudah kelelahan baik secara fisik maupun mental.
 
 Tetapi tetal saja, setelah melihat wajahnya, Ichigo merasa lega.

 Entah bagaimana, Luna berhasil melindungi dirinya sendiri.

  “Kugiyama-san…”

 Ketika dia memarkirkan mobilnya dan keluar dari mobil, Luna segera memanggil namanya dengan wajah menangis.

 Dia memanggilnya dengan nama belakangnya, bukan dengan nama panggilannya seperti biasanya.  Dari situ, Ichigo bisa merasakan adanya jarak di hati mereka, atau lebih tepatnya, dinding di antara mereka.  Seperti yang diharapkan Ichigo, dia juga pasti khawatir tentang apa yang terjadi tadi malam.

 "…Aku sangat khawatir."  Ichigo berkata kepada Luna saat dia memilih kata-katanya dengan hati-hati.  "Mengapa kamu berada di sini?"

 “……”

 “…Untuk saat ini, ayo masuk ke mobil dulu.”  Kata Ichigo sambil mengulurkan tangannya.

 Perlahan, Luna meraih tangannya dan berdiri.

 Begitu dia menempatkannya di kursi penumpang mobilnya, Ichigo memutar balik dan mulai mengemudi ke arah yang berlawanan dari tempat dia berasal.

 “……”

 “……”

 Ada keheningan dan suasana yang berat di dalam mobil.

 Itu wajar.

  Hanya ada mereka berdua di dalam mobil.  Sama seperti di jalan ini, hampir tidak ada seorang yang terlihat.

 Hanya ada mereka berdua – Ruang pribadi mereka sendiri untuk berbagi hubungan rahasia ini.
 
 "Bagaimana kamu bisa sampai di sini?"

 Setelah beberapa saat, Ichigo memulai percakapan.

 “…Aku tidak tahu, aku tidak ingat.”

 Luna menjawab dengan nada suara pelan.  Suasana begitu sunyi sehingga Ichigo harus menajamkan telinganya untuk mendengarnya.

 Ichigo bisa melihat betapa sedihnya dia.

 "Tadi malam, aku naik kereta, dan hal berikutnya yang aku ketahui, aku berada di kereta terakhir ..."

 Apakah dia masih dalam keadaan linglung?  – Ichigo bertanya-tanya apakah kejutan itu terlalu berat untuknya.

 “Setelah aku keluar dari stasiun, aku tidak tahu jalan di sekitar, dan tidak ada bus yang lewat, jadi aku hanya berjalan untuk menuju ke arah rumahku…”

 “……”

 Cerita itu membuat punggung Ichigo merinding.  Dia tidak bisa membantunya kemudian dia membuka mulutnya.

 “Apakah kamu berjalan sepanjang jalan setelah keluar dari stasiun?  Bagaimana jika sesuatu terjadi padamu?”

 “……”

 Sebagai tanggapan, Luna terdiam.

 Sikap ceria dan baik hatinya yang biasanya dia tunjukkan terhadap Ichigo telah hilang.

 Ternyata, pikirannya masih belum stabil.

 Tidak ada gunanya memarahinya dalam keadaan seperti itu, dan sejak awal, Ichigo tidak dalam posisi untuk memarahinya.

 "…Oh."

 Kemudian, dari sudut matanya, Ichigo melihat ada sebuah mesin penjual otomatis di sisi jalan.

 Waktu yang tepat – pikirnya sambil menghentikan mobil.

 "Tunggu aku akan segera kembali."

 "Hah…"

 Ichigo turun dari mobil dan membeli café au lait panas dari mesin penjual otomatis.  Ketika dia kembali ke mobil, dia menyerahkannya kepada Luna.

 “Sepertinya, kamu belum makan atau minum apa pun sejak tadi malam, kan?  Untuk saat ini, ini, kamu harus meminum minuman yang bergula. Itu akan menghangatkanmu.”

 “……”

 Luna mengedipkan matanya dengan tercengang selama beberapa saat dan menatap café au lait di tangan Ichigo.

 “Aku selalu minum café au lait dari mesin kopi di toko saat aku sedang bekerja.”

 “…Itadakimasu.”

 Dia mengangkat tab penarik dan mendekatkannya ke bibirnya.

 Dengan menyeruput, tenggorokan Luna bergemuruh, setelah itu, “Hah…” Napas panas keluar darinya.

 Kulit pucatnya telah berubah sedikit menjadi merah seolah-olah aura kehidupannya telah kembali ke padanya.

 "…Terima kasih banyak."

 Dia sepertinya sudah sedikit tenang.

 "Bagus kalu gitu, ayo kita pulang sekarang."  Ichigo berkata untuk mengalihkan suasana saat dia melihat sedikit perubahan pada Luna.

 Sebenarnya, masalahnya tidak berubah sedikit pun.  Itu hanya masalah suasana hatinya.

 “Kamu harus memberikan laporan alasan ketidakhadiranmu dan menjelaskannya ke sekolah.  Dan terebih penting lagi, teman-teman sekelasmu sangat mengkhawatirkanmu.”

 “Eh?”

 Mengemudi di jalan pegunungan yang berkelok-kelok membutuhkan konsentradi terus-menerus dan menatap ke jalan di depan.

 Itu sebabnya Ichigo tidak bisa melihat ke arah Luna.

 …Yah, wajar untuk tidak melihat ke samping bahkan selama mengemudi di jalan normal.

 Tapi bagaimanapun, tanpa melihat ke belakang pada Luna yang bereaksi dengan terkejut, Ichigo terus melihat ke depan dan melanjutkan berbicara,

 “Pagi ini, aku pergi ke rumahmu untuk mencarimu, tetapi kamu tidak ada di sana. Jadi setelah itu, aku pergi ke sekolahmu.  Dan di sana, aku bertemu dengan beberapa teman sekelasmu dan berbicara dengan mereka.”

 “……”

 “Sepertinya kamu punya banyak pengemar di sana. Kamu sangat disukai oleh mereka.”

 Ketika Ichigo memujinya, Luna menundukkan kepalanya.  Ekspresinya disembunyikan oleh rambut hitamnya yang panjang dan indah yang tergerai dengan mulus. Membuat Ichigo tidak bisa melihat langsung ke arahnya, tapi dia tidak terlihat malu.

 “Aku tahu ini hanya penyakit sementara, tetapi aku pikir kamu harus menelepon sekolah dan memberi tahu mereka bahwa kamu saat ini sedang tidak enak badan.  Jangan khawatir dan yakinlah, aku juga menggunakan alasan yang sama untuk menemuimu hari ini.”

 Apa yang begitu meyakinkan tentang itu?  - Ichigo berkata pada dirinya sendiri, bingung dengan pernyataannya sendiri.

 Kemudian.

 “…Apakah kamu mencariku selama ini?”

 Sebuah suara bergumam keluar dari mulut Luna.

 "…Maafkan aku."

 Suaranya bergetar dan Ichigo bisa melihat air mata mulai jatuh dari sudut mata Luna.

 “Kamu tidak perlu meminta maaf… Sejak awal ini adalah salahku.  Kemarin, aku sudah berbicara kasar kepadamu. ”

 “…Tidak, ini bukan salahmu, Kugiyama-san.  Tanpa memikirkan Kugiyama-san, aku terus melakukan hal-hal yang egois... Aku baru saja mendapatkan apa yang pantas aku dapatkan.”

 “Kugiyama-san.”  Dia berkata dan berhenti sejenak.

 Kemudian,

 “Selama ini… rasanya sangat menyakitkan.”

 "…Apa?"

 “Aku bukanlah murid yang teladan. Aku hanya berpura-pura seperi itu ... Sebenarnya, aku selalu ingin seseorang untuk memanjakanku.

 Luna mulai berbicara.  Dia mengakui sifat aslinya.  Itu meluap dan dia tidak bisa berhenti.

 “Setelah kehilangan ayahku, ibuku tidak menerima hak waris atau semacamnya… Semua itu diberikan kepada keluarga ayahku dan para eksekutif di perusahaan.  Ibuku hanya mewarisi sebagian dari harta warisan yang dia butuhkan untuk membesarkanku, dan kemudian dia membesarkanku sendirian.”

 “……”

 “Setelah kematian ibuku, rumah keluarga ibuku menjadi penanggungku.”
 
 Rumah keluarga ibuku – Dengan kata lain, tempat kelahiran Sakura.

 Rumah tempat bisnis keluarganya dijalankan, yang menyebabkan pernikahan politik Sakura.

 Ichigo tidak tahu semua detailnya, tetapi dia yakin mereka menjalankan sebuah bisnis memproduksi, memproses, dan mendistribusikan buah-buahan dan produk pertanian lainnya. 
 
 Di masa lalu, penjualan berjalan dengan baik, jadi mereka memutuskan untuk memperluas bisnis mereka dan menghabiskan banyak uang untuk iklan.  Namun, rencana tersebut gagal dan keluarga tersebut berakhir dengan banyak hutang.
 
 “Kakek dari pihak ibu, nenek, dan kerabat ibuku bukanlah orang jahat… Tapi aku melihat ibuku mengalami beberapa perselisihan tentang fakta bahwa dia hanya mewarisi sebagian dari harta ayahku…”

 “……”

 “Karena aku tidak ingin membuat keluarga ibuku bermasalah, dan agar aku tidak merasa malu dengan ibuku yang sudah bekerja begitu keras untuk diriku… Aku memutuskan juga untuk bekerja keras dan berperan sebagai murid yang teladan.”

 Tapi, itu bukanlah beban yang bisa dia tanggung sendiri... Itu sebabnya, 

 “Ayah dan ibuku sudah pergi, dan aku tidak punya siapa-siapa lagi untuk terbuka kepadaku… membuatku merasa sangat kesepian.”
 
 Tapi kemudian, suatu hari–

 “Aku bertemu Kugiyama-san.  Anak laki-laki yang ibuku ceritakan padaku dalam ingatan masa kecilnya.  Aku tertarik pada Kugiyama-san yang telah menjadi pria ideal bagiku, dan aku mencari tempat menyendiri dalam dirinya... Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu apa yang aku lakukan, aku-”

 Luna terisak saat dia dengan hati-hati menyeka matanya dengan ujung jarinya.

 “Aku sudah mengatakan dan melakukan begitu banyak hal egois sehingga aku hanya menyebabkan masalah bagi Kugiyama-san… Aku benar-benar minta maaf.”

 –Ichigo menghentikan mobilnya.

 Dia menepi ke sisi jalan dan kali ini, dia menatap langsung ke arah Luna yang meminta maaf dengan air mata yang ada di matanya.

 “Kugiyama…san?”

 "…Jadi begitu."

 Bahkan dalam penampilan Luna yang lemah, Ichigo juga bisa melihat bayangan Sakura.
 
 "Aku juga punya sesuatu untuk aku akui padamu."

 Luna memberi tahu Ichigo bagaimana perasaannya yang sebenarnya.

 Kemudian dia juga harus angkat bicara.

 “Dulu aku menyukai ibumu, Sakura.  Dia adalah cinta pertamaku… Itu adalah fakta yang tidak bisa dibantah.”

 “……”

 “Ketika aku masih kecil, yang bisa aku pikirkan hanyalah dia dan apa yang bisa aku lakukan untuk membuatnya bahagia.  Hanya itu yang bisa kupikirkan, bahkan setelah dia menghilang dari hidupku dan menikah… Mungkin karena cara kami berpisah, tetapikeberadaan Sakura masih melekat dalam diriku sejal lama.”
 
 “…….”

 “Saat itulah, aku bertemu denganmu.  Seorang gadis yang terlihat persis seperti dia, dan aku mau tidak mau melihat bayangan Sakura di dalam dirimu.”

 “……”

 Luna terus mendengarkan kata-kata Ichigo dengan diam.

 Ichigo mungkin telah mengatakan hal-hal buruk padanya.

 Tetap saja, dia merasa bersyukur padanya karena tidak mengatakan apa-apa dan karena mencoba menerima apa yang dia coba katakan.

 “Aku sudah memikirkannya untuk waktu yang sangat lama. Aku pikir Sakura memiliki semacam sebuah penderitaan yang tidak bisa dia ceritakan kepadaku atau siapa pun.  Sama seperti kamu sekarang.”

 Itu adalah kisah tentang bagaimana orang tuanya mengenal satu sama lain.  Sesuatu seperti ini, mungkin kurang perhatian, tapi Ichigo merasa bahwa dia tidak bisa membicarakannya kecuali di sini dan saat ini– Tidak, dia sudah tahu dan dia akhirnya harus membicarakannya.

 “…Aku melihat bayangan Sakura di dalam dirimu.  Dan hari-hari yang kuhabiskan bersamamu, di satu sisi aku membencinya, tapi ada juga bagian dari diriku yang menginginkannya.  Itulah sebabnya aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian dan mencarimu sampai ke sini.”

 Ichigo melanjutkan,

 “Aku juga tertarik padamu. Itu fakta yang tak terbantahkan.  Jika kamu menikmati waktu yang kamu habiskan bersamaku, dan jika kamu terbebas dari penderitaanmu saat bersamaku, maka itu adalah sebuah kebahagiaan terbesar bagiku.”
 
 Ichigo mengerti.

 Dia mengerti apa yang selama ini dia takutkan.

 Dalam hatinya, dia masih menerima kenyataan bahwa dia berhubungan dengannya dan merasa sulit untuk melepaskannya.

 Mendengar pengakuan Ichigo, mata Luna melebar dan dia kehilangan kata-katanya.

 Tapi akhirnya, dia bisa mencerna kata-kata Ichigo dalam pikirannya sendiri.

 Di kedalaman matanya yang lembab, cahaya redup muncul.

 Seolah berusaha mati-matian untuk menekan perasaan yang menggenang dalam dirinya, sambil dia memeluk dadanya sendiri.

 “… Ic-“

 "Tetapi."

 Tetapi tetap saja,

 Ichigo menyela Luna yang akan berbicara, dan berkata,

 “Kita harus memisahkan keinginan dari kenyataan.”
 
 “……”

 Itulah sebabnya semunya akan baik-baik saja.

 Jika kamu menyerahkan semuanya kepada tubuh dan pikiranmu, maka hanya akan ada keputusasaan dan kehancuran yang menunggumu.
 
 Itulah sifat hubungan antara Ichigo dan Luna.
 
 Ya, Ichigo sendiri sangat menyadari akan hal itu.

 Dia paham.

 Dia yakin.

 Itulah sebabnya dia harus mengatakannya.

 Dia tidak bisa melibatkan gadis ini ... Seorang gadis muda pada saat ini, yang hanyut dalam dalam keinginannya.

  “Di atas segalanya, aku tertarik padamu, tetapi karena aku melihat ada bayangan Sakura di dalam dirimu. Aku pikir itu tidak sopan kepadamu yang benar-benar menyukaiku. ”
 
 Karena itu, agar lebih jelas,

 “…Itulah sebabnya, aku tidak bisa menjadi kekasih seperti yang kamu inginkan.”

 “……”

 “Mulai sekarang, dengan mengingat hal ini, mari kita menjalin sebuah hubungan yang baik dan sehat.”

 Itu benar.

 Ichigo merasa mereka seharusnya tidak memiliki hubungan yang intim seperti ini.

 “……”

 “……”

 Dia menyalakan mobil yang diparkir, dan sekali lagi, mengemudi tanpa suara di jalan pegunungan yang remang-remang.

 Akhirnya, setelah keluar dari jalan pegunungan, mereka mulai memasuki lanskap pedesaan yang diterangi oleh sinar matahari.

 Mereka diam di dalam mobil.

 Mereka tidak mengatakan sepatah kata pun, karena mereka tidak memiliki apa-apa lagi untuk dibahas.

 Dengan Ichigo dan Luna yang berada di dalamnya, mobil itu terus melaju.

 Kembali ke kota dimana tempat mereka tinggal, mereka akhirnya pulang.

 ※ ※ ※ ※ ※

~•~


Sebelumnya|Semua|Selanjutnya

Dukung kami

Related Posts